Arsip Tag: as-sahmi

Abdullah bin Hudzafah As-Sahmi

 

ctesiponIni adalah kisah tentang iman sekokoh karang. Tentang tauhid yang memecah badai topan. Kisah mengagumkan dari sahabat-sahabat nabi. Hamba-hamba Allah yang ia pilihkan sebagai generasi teladan bagi setiap zaman.

Tahun 6 Hijriyah, menandai babak baru nilai tawar Madinah sebagai sebuah supremasi politik yang berdaulat di semenanjung Arab. Kecil, namun getarannya beresonansi ke negeri-negeri sekitar, termasuk dua adikuasa pada zaman itu, Romawi dan Persia. Persia/Parsi dengan luas kekuasaan 7.000.000 km2 terhampar di sebelah timurnya. Sementara Romawi, membentang 5.000.000 km2 dari Mesir, Syam, Anatoli, hingga Itali, di sebelah baratnya. Kumpulan kecil di Madinah itu terus menggeliat, bagaikan ulat pohon, melumat daun-daun makanannya dengan cepat.

Diantara kumpulan kecil tersebut ada pemuda bernama Abdullah bin Hudzafah As-Sahmi. Ia memang tak seterkenal Abu Bakar, Umar, Utsman, ‘Ali, radhiyallahu ‘anhum. Namun ialah saksi hidup yang melihat dengan kedua matanya dua pimpinan kekuasaan kufur, Persia & Romawi.

Rasulullah memilih Ibnu Hudzafah untuk menyampaikan surat kenabian pada Kisra, Kaisar Persia, mengajaknya masuk ke dalam agama keselamatan, tunduk sebagai hamba Allah, dan berdiri di bawah bendera tauhid. “Fa aslim, taslam (maka masuk Islamlah, dan engkau akan selamat”, salah satu redaksi yang tertulis di surat tersebut.

Tombak pengawal Kaisar Persia menodongnya, saat Ibnu Hudzafah mendekati singgasana penguasa imperium itu. “Saya diminta Rasulullah menyerahkan langsung surat ini kepada Anda, tanpa perantaraan pengawal”, ujar Ibnu Hudzafah. “Biarkan ia”, kata Kisra.

Belum selesai alinea pertama ia baca, surat tersebut langsung dirobek-robek lantaran nama Muhammad-lah yang disebut paling awal, bertentangan dengan aturan penulisan surat di negeri Parsi. Dengan muka merah, pecahlah kemarahan Kisra, “bagaimana ia berani menulis surat kepadaku dengan cara begitu, padahal ia adalah budakku!”.

Ibnu Hudzafah kemudian diusir pulang, lantas menyampaikan kejadian yang dialaminya pada Rasulullah. “Allah ‘kan merobek kekuasaannya, seperti ia merobek suratku”. Bukan Rasul jika ucapannya tak terbukti. Maka terkejutlah saat seseorang pesuruh Persia dari Yaman menjemput Rasulullah untuk bertemu Kisra. Ia menerima kabar dari Rasul tentang kematian Kisra atas anaknya sendiri, Yazdajird. Kala itu Persia porak poranda karena perang saudara. Hal ini menyebabkan negeri 1001 malam ini dengan mudah ditaklukkan kaum muslimin dibawah panglima Sa’ad bin Abi Waqqash ra.

Sedang kisah pertemuan Ibnu Hudzafah dengan penguasa Romawi, terjadi di masa pemerintahan Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Ia turut serta dalam tentara penaklukan Syam. Di tengah perjalanan kaum muslimin, sampai berita pada Raja Romawi tentang tabiat pasukan musuhnya yang senantiasa menghiasi diri mereka dengan iman, akidah yang kokoh, ibadah yang kuat, dan kerelaan mengorbankan nyawa di jalan Tuhannya. Berita ini mendorong Raja Romawi memerintahkan pasukannya menangkap sebagian tentara muslimin, demi membuktikan ucapan tersebut. Dengan kehendak Allah, Allah masukkan Abdullah bin Hudzafah As-Sahmi, salah satu tawanan yang tertangkap itu.
Tentara kafir membawa Ibnu Hudzafah ke hadapan Raja Romawi, lalu berkata, “Orang ini termasuk yang pertama dari sahabat Muhammad, yang masuk ke dalam agamanya”.

Dengan teliti Raja melihat ke arah Ibnu Hudzafah, kemudian dia berkata, “Masuklah kamu ke dalam agama nasrani. Jika kamu berkenan dengan tawaran ini maka aku akan membebaskanmu, dan memberikanmu kedudukan yang tinggi”.

“Mana mungkin, kematian seribu kali lebih aku sukai daripada memenuhi ajakanmu itu”, jawab Ibnu Hudzafah dengan keteguhan dirinya.

Aku melihatmu sebagai lelaki pemberani, jika kamu menerima tawaranku maka akan kubagi kekuasaanku denganmu, lalu kita sama-sama memerintah dan menguasainya”.

Dengan keteguhan yang bertambah, Abdullah bin Hudzafah dengan tangan terikat tambang melantangkan ucapnya, “Demi Allah, seandainya kamu menyerahkan semua yang kamu miliki dan segala yang dimiliki orang-orang Arab, dengan syarat aku meninggalkan agama Muhammad sekejap pun, niscaya aku takkan melakukannya”.

Raja berkata, “Kalau begitu, aku akan membunuhmu”.

Ibnu Hudzafah menjawab, “Lakukan saja yang ingin kau lakukan”.
Tangan Ibnu Hudzafah kemudian diikatkan di tiang salib. Atas perintah Raja Romawi, pengawal-pengawalnya melepaskan anak-anak panah ke dekat tangannya. Anak panah lain juga dilesatkan dengan hampir mengenai kedua kakinya. Sementara Raja tetap menawarkan kepada Abdullah agar mengganti agamanya, namun ia menolak.

Mulai terlihatlah raut putus asa dalam wajah penguasa negeri barat itu. Ia lalu meminta agar sebuah bejana besar berisi minyak disiapkan, kemudian diangkat ke atas tungku api hingga minyak tersebut mendidih. Raja lalu meminta dua orang tawanan dari kaum muslimin dihadirkan, lalu memerintahkan agar keduanya dilemparkan ke dalam bejana, digoreng di dalam minyak panas itu. Daging dari muslim yang mulia tersebut terkelupas, sehingga tulangnya terlihat telanjang.

Di saat itu, Kaisar menoleh kepada Ibnu Hudzafah, dan kembali mengajaknya murtad, namun apa dinyana, Ia justru menolak lebih keras daripada sebelumnya.

Tatkala Raja semakin berputus asa darinya, ia perintah pengawalnya agar melemparkan Abdullah bin Hudzafah ke dalam penggorengan itu, seperti dua saudara sebelumnya. Disaat pengawal membawa Ibnu Hudzafa, ia mulai menangis, sehingga nampak para pengawal itu berkata pada raja mereka. “Dia menangis”.

Raja Romawi menyangka bahwa Ibnu Hudzafah telah dibayangi ketakutan akan kematian. Dia berkata, “kembalikan orang itu kepadaku”. Saat Abdullah telah berdiri dihadapan singgasana, Raja kembali mengulangi tawaran agar Abdullah masuk ke dalam agamanya, namun ia tetap menolak.

Raja lalim ini menghardik, “Celaka kamu, lalu apa yang membuatmu menangis?”

Ibnu Hudzafah menjawab, “Yang membuatku menangis adalah bahwa aku berkata pada diriku sendiri, ‘Kamu sekarang akan dilemparkan ke dalam bejana. Jiwamu akan pergi. Aku sangat ingin memiliki nyawa sebanyak jumlah rambut yang ada ditubuhku, lalu semuanya dilemparkan ke dalam bejana itu, fii sabilillah.”

Subhanallah. Kematian tak sedikitpun menggoyahkannya dari iman kepada Allah. Justru kematian di jalan Allah adalah sesuatu yang amat ia rindu-rindukan. Dan bila perlu ia memilih untuk mati berkali-kali demi meraih kemuliaan dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah swt.

Akhirnya thagut itu menyerah dan berkata, “Apa kamu mau mencium kepalaku dan aku akan membebaskanmu?”

Abdullah bin Hudzafah menjawab, “Dan melepaskan seluruh tawanan muslimin?”

Didalam hatinya Ia bergumam, “Wahai musuh Allah, aku akan mencium keningmu, lalu seluruh kaum muslimin bebas, maka tidak mengapa aku melakukan itu”

Abdullah mendekat dan mencium kening Raja Romawi. Maka Raja memerintahkan agar seluruh tawanan dikumpulkan dan diserahkan pada Ibnu Hudzafah.

Sekembalinya ke Kota Madinah, Ibnu Hudzafah datang kepada Amirul Mukminin lalu menceritakan kisahnya. Maka Al-Faruq sangat berbahagia karenanya. Umar melihat ke arah para tawanan, maka ia berkata, “Sungguh patut bagi setiap muslim untuk mencium keningmu. Dan akulah yang pertama kali melakukannya”. Radhiyallahu ‘anhu, Abdullah bin Hudzafah As-Sahmi.

—————–
*Diolah dari Kisah Abdullah bin Hudzafah As-Sahmi di dalam buku “Mereka Adalah Para Sahabat”, karya Dr. Adurrahman Ra’fat Basya.

Lanjutkan membaca Abdullah bin Hudzafah As-Sahmi